Katanya, Pantai Serang itu spot menikmati sunset yang cantik.
“Ki.. ayo lihat sunset di Pantai Serang!” suara Ibu membubarkan mimpi dalam tidur siang saya.
“Haah… ngantuk banget nih, buk.” tanggap saya setengah sadar.
“Ayo to..”
“Haduh, jauh Buk e..” saya memejamkan mata kembali.
“Duh, kok malah tidur lagi!”
Saya susah payah untuk bangun dan bergegas mengambil baju ganti. Menyiapkan bekal seadanya, yang penting hape dan dompet nggak ketinggalan. Tanpa mandi, saya sudah siap di balik kemudi. Bapak, Ibu, Dava, Rara, dan saya, siap meluncur menuju ke selatan demi menikmati sunset di tepi pantai Serang, Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar. Nggak tau mimpi apa semalam, sekitar pukul 3 sore, ibu gigih mengajak kami sekeluarga piknik kilat.
Lama perjalanan dari rumah saya ke Pantai Serang sekitar 1,5 jam apabila kondisi lalu lintas sedang lancar. Kami sekeluarga kesana Minggu kemarin, 22 September 2019, eh ndilalah kok ya di daerah Jegu ada pawai dan belum selesai. Mau nggak mau, laju mobil kami merambat. Untungnya, ada salah seorang peserta pawai menanyai pengendara roda empat satu per satu.
“Mau kemana, Mbak?” tanyanya dengan sabar.
“Saya mau ke Serang, Pak.”
“Oh, gang kecil depan situ belok kiri aja, Mbak. Nanti tembusannya jalan menuju Serang.”
Pelan tapi pasti saya melewati gang yang hanya cukup dilewati satu mobil. Kanan kiri jalan masih dipenuhi penonton yang enggan beranjak. Sabar… sabar… Begitu berhasil melintasi gang sempit itu tantangan berikutnya adalah jalur semi offroad yang sisi kanannya sungai sementara sisi kiri adalah area persawahan. Mamam. Di ujung jalan, ada sebuah mobil pickup berhenti karena ban depan terperosok ke lubang. Penumpang mau nggak mau harus turun.
Bapak ikut turun, Dava pun. Mereka dengan telaten memberi aba-aba pada saya, biar lancar jaya melewati jalanan yang rusak itu. Selepas jalanan sempit dan terjal tadi, perjalanan lancar jaya. Tak ada kendala sampai kami tiba di tempat parkir Pantai Serang. Mungkin karena kami datang kesorean jadi nggak ditarik uang sepeser pun saat melintasi loket. Ya iya lah, lha wong yang jaga aja sudah nggak kelihatan batang hidungnya.
Begitu menginjakkan kaki di bibir pantai Serang, kami langsung berburu foto. Kami tiba sekitar pukul 5 sore lebih dikit. Mumpung masih ada sinar dari matahari yang belum sepenuhnya tenggelam. Sayangnya, posisi matahari sedang tidak berada di atas lautan lepas. Mentari sore itu tertutup bukit karang. Belum rejeki untuk menyaksikan senja yang elok di sini nih, tapi tak mengapa. Seenggaknya saya bisa berkumpul dengan keluarga.
Saya dan Ibu cap cip cup memilih warung mana yang akan kami datangi untuk memesan menu makan malam. Nggak tau ya, kayaknya Ibu saya sedang lapar mata. Ibu memesan tiga ikan laut dengan ukuran lumayan besar, ikan kerapu dengan bobot 3 kg, ikan salmon dan ikan kakap dengan bobot masing-masing 1 kg. Semuanya dibakar dengan bumbu kecap. Dihidangkan dengan sebakul nasi putih hangat, lalapan, dan dua macam sambal (kecap dan tomat). Tak lupa, sebelumnya saya telah memesan es kelapa muda utuh.
Sejujurnya, saya lebih suka makan ikan bakar yang tak terlalu banyak diolesi kecap. Saking kebanyakan, rasa manis dari kecap lebih dominan dan bikin penampakan ikan bakar jadi seram. Hahaha. Kayak ikan gosong gitu. Kalau kamu pernah berkunjung ke Pantai Tambakrejo dan menyantap kuliner ikan bakarnya yang terkenal itu, nah, saya justru suka ikan bakar model begitu. Duh, jadi lapar. Tapi nggak apa-apa, yang penting kan bisa berkumpul bareng keluarga.
Makan tiga jenis ikan sekaligus, lambat laun saya bisa membedakannya. Untuk ikan kerapu, tekstur ikannya padat dan kenyal sehingga butuh effort untuk memisahkan daging dari tulangnya. Kalau ikan kakap, teksturnya lebih lembek dan gampang prothol dagingnya. Ditambah aromanya rada amis. Nah, kalau ikan salmon tuh dagingnya lebih padat dari Kakap. Menurut lidah saya, ikan salmon lah yang cita rasa dagingnya paling gurih daripada kedua ikan lainnya.
Btw, ikan salmon yang ada di pantai-pantai selatan tuh berbeda ya dengan ikan salmon yang dijual di supermarket. Sampai saat ini ikan laut favorit saya adalah ikan salmon, Rara pun sepakat. Sementara itu, Bapak dan Dava paling suka dengan ikan kakap. Sedangkan Ibu ternyata lebih suka dengan ikan kerapu. Hihi. Selera memang nggak bisa diseragamkan ya. Ikan laut kesukaan boleh beda-beda, yang penting minuman kami samaan. Ehe (apaan sih).
Usai makan malam, kami siap-siap untuk bergegas pulang. Soal harga, menurut saya relatif sih. Es kelapa muda utuh harganya 10ribu IDR per buah. Saya pernah beli dari beberapa warung ternyata harganya sama. Untuk ikan kerapu dihargai 65ribu IDR per kg. Nasinya kalau enggak salah 3ribu IDR per orang. Angin malam di Pantai Serang ini lumayan dingin lho, jangan lupa bawa jaket kalau kesini. Buat jaga-jaga aja kalau ternyata nggak kuat nahan dingin selama perjalanan pulang.
Sekitar pukul 7 malam gitu, kami cusss pulang. Pemilik warung pun siap-siap pulang. Masih jadi rejeki kami, pulang nggak ditarik uang parkir. Ehe. Kami pulang dengan perut kenyang plus hati riang. Semoga akhir pekan berikutnya bisa jalan bareng kayak gini lagi. Amin!
Salfok ama dedek dafa #eh wkwkwkw
Iya, jeh… Ganteng