Ketemu Buku Blitar ini dipersembahkan untuk semua kalangan.
“Eh, aku penasaran deh. Ada makna khusus nggak sih dengan ilustrasi dua laki-laki yang penampilannya beda 180° itu?” tanya saya sambil menunjuk pada salah satu poster yang terpampang di pintu masuk area bazar buku.
“Oh itu, sebenarnya bukan saya sih yang menggambar, ada temanku yang punya ide.”
“Terus kira-kira ada maknanya nggak?”
“Ya ilustrasi itu untuk menyampaikan bahwa acara ini dibuat untuk semua kalangan mulai dari priyayi sampai dengan anak punk atau jalanan. Harapan kami sih di acara ini semua bisa membaur tanpa ada sekat-sekat antar golongan. Semua ngumpul jadi satu di sini dan bagi yang datang kesini tidak harus suka buku.”
Lihat postingan ini di Instagram
Ketemu Buku, saya bisa menyebutnya festival literasi pertama yang diadakan di Blitar karena setahu saya memang belum pernah ada event semacam ini. Sering sih ada bazar buku di Blitar, tapi apakah ada ruang dialog terbuka? Belum ada. Acara ini diadakan di gedung Graha Patria, Jalan Cokroaminoto Kota Blitar, atas inisiatif teman-teman dari Aliansi Perpustakaan Jalanan yang aktif di Blitar berkolaborasi dengan event organizer dari Yogyakarta, Pameran Buku, dan teman-teman dari Lintas Komunitas se-Blitar Raya. Ketemu Buku berlangsung mulai 2 Oktober kemarin dan masih berlangsung hingga 10 Oktober.
Saya datang kesini pada hari kedua, sengaja mampir untuk bertemu seorang teman untuk menunaikan janji liputan tentang acara ini dan Ruang Baca, salah satu perpustakaan jalanan di Blitar, yang sedang ia rawat bersama kawan-kawannya. Sebut saja dia Si Gondrong, karena ia benar-benar tak mau jika saya sebut nama panggilannya apalagi nama aslinya.
“Kenapa kamu dan kawan-kawanmu enggan pakai nama asli?” tanya saya penasaran.
“Ada alasan khusus, nama pemberian dari orang tua adalah doa. Nah, menurut pemikiran kami, doa itu nggak usah dikoar-koar kan. Jadi saya dengan teman-teman nggak ada yang saling memanggil dengan nama asli. Baru deh kalau salah satu kesal atau muntab dengan kawan, kami menyebut nama aslinya sambil marah-marah. Hahaha.”
Si Gondrong bercerita panjang lebar soal perkembangan literasi, perjalanan Ruang Baca hingga terbentuknya Aliansi Perpustakaan Jalanan, tapi di tulisan ini saya hanya ingin fokus membahas Ketemu Buku sih. Ehe. Menurut cerita Si Gondrong, persiapan untuk menggelar acara ini butuh sekitar kurang lebih 3 Minggu. “Gila, Patjarmerah aja butuh waktu sekitar sebulan lho!” seru saya.
“Gimana ya, soalnya baru sekitar 3 minggu yang lalu mulai tercetus ide dari kami untuk membuat festival literasi kecil-kecilan di Blitar. Ketemu Buku ini untuk menjawab kegelisahan kami (teman-teman dari Aliansi Perpustakaan Jalanan), khususnya saya sih. Saya ingin sekali Blitar seperti kota-kota lain yang bisa mengadakan festival literasi yang meriah.” ujar Si Gondrong dengan penuh antusias.
Untuk bazar bukunya sendiri ada ribuan dari puluhan penerbit mulai dari nasional sampai indie di Yogyakarta. Ada buku-buku dari Mojok juga lho. Di pojok area bazar buku ini terdapat merchandise corner yang menyediakan oleh-oleh, mulai dari sablon cukil yang di-handle sendiri oleh teman-teman Aliansi Perpustakaan Jalanan, totebag, kaos, dan lainnya. Ohya, serupa dengan Patjarmerah, di Ketemu Buku juga tidak menyediakan kantong plastik untuk mengampanyekan pentingnya mengurangi sampah plastik demi kesehatan bumi. Mau nggak mau, kamu harus bawa tas sendiri untuk wadah belanjaan buku.
Di area luar ada dua stand yang jual makanan ringan dan bakso. Kalau kamu lapar bisa nongkrong di sana sambil makan bakso atau bila tak puas dengan pilihan makanan yang tersedia, boleh lah berjalan agak jauh ke seberang Graha Patria. Banyak sekali pilihan untuk mengganjal perut yang sedang keroncongan itu. Gimana kalau sedang letih karena terlalu bersemangat saat belanja buku? Panitia menyediakan beberapa tenda yang bisa dipakai pengunjung ngaso sambil menyimak pembicara –jika sedang ada ruang dialog– atau membaca buku-buku dari lapak teman-teman perpustakaan jalanan.
.
“Tau nggak sih, Mbak, kenapa di depan panggung ini dibikin lesehan? Bukan pakai kursi?” tanya Si Gondrong.
“Karena kami ingin semuanya bisa membaur di sini.” tambahnya.
Menurut Si Gondrong, persentase antara pembicara yang diundang dari luar Blitar dengan yang dari Blitar adalah sekitar 30% banding 70%. Sengaja, pembicara-pembicara lebih banyak dari Blitar karena Si Gondrong dan teman-teman punya misi untuk menunjukkan bahwa Blitar punya banyak potensi sumber daya manusia yang perlu digali dengan mengundang tokoh seniman, pegiat literasi, hingga jurnalis untuk membagikan wawasannya di ruang-ruang dialog yang panitia susun. Di Ketemu Buku ini juga nggak hanya bazar buku dan ruang dialog, ada agenda-agenda lain yang bisa kamu ikuti.
“Hari Minggu pagi itu kami mengundang semua komunitas yang ada di Blitar buat berkumpul di sini, ya semacam Jambore lah. Tujuannya ya biar orang-orang tau, di Blitar tuh ada komunitas ini itu. Selain memperkenalkan, orang-orang bisa tanya-tanya langsung pada mereka, misalnya mekanisme untuk gabung dan seterusnya.” kata Si Gondrong.
Untuk lebih tau agenda-agenda yang akan berlangsung di Ketemu Buku ini, silakan kepo ke akun instagramnya.
Lihat postingan ini di Instagram
“Kalau Ketemu Buku tahun ini bisa sukses, sangat memungkinkan untuk digelar kembali pada tahun depan dan kami (Si Gondrong dan teman-teman) siap dan semoga bisa lebih meriah.” harapan Si Gondrong.
Ya, ya, saya kirim doa lewat tulisan ini semoga Ketemu Buku Blitar sukses. Bisa membawa manfaat untuk semua golongan. Semoga Tuhan meridai orang-orang yang bergerak untuk perubahan daerahnya ke arah yang positif di bidangnya masing-masing. Terakhir, semoga Tuhan juga membaca blog saya ini. Hihi.
Sek, sepertinya aku mengerti sing gondrong iki sopo ???? eh, ko mas ruang baca wi duk mbak?
Iyoo.. kamu ngerti bocahe kok tapi ra mungkin tak sebut neng kene. Hahaha.