Patut kalian coba, paling enggak nyobain sekali.
Dari ratusan bahkan ribuan penjual nasi goreng di Yogyakarta, ada satu yang bikin saya selalu ingin kembali buat makan di sana. Nasi goreng depan Notaris Kotabaru ini beda dari yang lain. Apa yang bikin beda? Sesuai judulnya, isiannya pakai daging sapi cuy, bumbunya pun rempah banget.
Lapaknya enggak jauh dari Stadion Kridosono. Kalau dari arah Bentara Budaya cukup ikuti jalan ke arah Stasiun Lempuyangan. Kemudian belok kiri ke Jalan Atmosukarto. Sebelum lampu merah, ada kantor notaris di kiri jalan. Nah, di situ lah lapak nasi gorengnya. Buka hampir setiap hari, mulai pukul 6 sore hingga 10 malam –selama persediaan masih ada ya.
Tak terasa gelap pun jatuh
Di ujung malam menuju pagi yang dingin
Hanya ada sedikit bintang malam ini
Mungkin karena kau sedang cantik-cantiknya
Terlihat deretan motor menutupi tenda, padahal masih pukul 6 sore lewat dikit. Begitu parkir langsung disambut suara pengamen bersenandung Untuk Perempuan yang Sedang dalam Pelukan-nya Payung Teduh. Kebetulan ada pengamen yang sedang mangkal. Saya bergegas ke kasir buat pesan. Aroma nasi gorengnya itu lho bikin perut semakin meronta minta diisi.
Bicara soal nasi goreng, menurut saya menu ini sangat Indonesia banget. Kenapa? ya, karena mudah ditemukan di mana-mana. Bahkan menginap di hotel atau guesthouse sekalipun pasti ada nasi goreng sebagai menu sarapan.
Nasi goreng di Indonesia punya banyak varian. Mulai dari nasi goreng ayam, hati ampela, teri, udang, seafood hingga sapi. Dari semua pilihan itu, saya doyan semua. Tetapi yang paling saya suka adalah nasi goreng sapi. Kalau kamu paling suka yang mana?
Ohya, nasi goreng sapi depan notaris ini ramainya kebangetan. Saya pernah menunggu sekitar 1 jam bahkan lebih. Lamanya menunggu nggak sebanding dengan lamanya menghabiskan makanannya. Nggak ada 15 menit, piring saya sudah bersih.
Bagi yang punya waktu terbatas atau sedang terburu-buru sangat tidak cocok makan di sini. Kamu bakal makan hati selain makan nasi goreng. Pesan saya, datanglah dalam kondisi enggak terlalu lapar. Kalau nekat, saya ramal kamu akan uring-uringan –kecuali kamu anaknya memang easy going alias nrimo alias sabarnya level langit ketujuh.
Nggak asyiknya makan di sini tuh, peluang ketemu banci yang seliweran minta sawer sangat besar. Alangkah baiknya untuk menyiapkan receh. Enggak perlu dandan menor atau klimis, cukup kasih gopek, mereka akan mengakui bahwa kamu cantik atau ganteng. 😀
Nah, kalau ini adalah bagian asyiknya, ada satu dua pengamen yang suaranya cukup bagus dan kita bisa request lagu. Mas-pengamen dengan senang hati memainkan dan bernyanyi selama lagunya masih familier. Mendadak ada live music gitu. Enggak kalah dengan kafe sebelah. 😀
Menunggu itu sangat membosankan. Betul itu, saya akui. Tetapi ya enggak selalu. Kalau teman makan kamu asyik, bisa ngobrol leluasa sampai lupa kalau sedang lapar. Saya sudah membuktikannya sendiri. Gara-gara antrean nasi goreng lama banget, saya dan sahabat jadi ngobrol banyak sekali, dari A sampai Z. Menambah keintiman, ya to? 😀
Tetapi pernah juga, menunggu malah memicu konflik. Lha namanya lagi lapar, emosi jadi gampang naik. Perut sudah tidak bisa diajak kompromi tetapi nasi goreng tak kunjung datang. Ditambah temannya lebih banyak diam daripada bicara, nggak tahu lagi nahan lapar atau sebal. Waktu serasa lambat banget. Mau pergi makan ke tempat lain, lha kok nanggung.
Mas-mas bagian antar nasi goreng pun mendekat. Dia bawa banyak piring sekali jalan, ditumpuk sepanjang lengan ala pelayan di rumah makan Padang. Akhirnya, nasi goreng yang ditunggu pun datang. Tidak perlu merana lagi seperti Cinta yang menunggu Rangga sekian purnama.
Nasi goreng sapi disajikan dengan acar mentimun dan wortel, telur mata sapi dan emping. Mmm.. Baunya harum mirip kari, pokoknya menggugah selera makan. Suapan pertama belum terasa pedasnya. Baru suapan kedua, ketiga dan seterusnya, terasa. Nggak hanya perut yang merasakan panas, tetapi juga tenggorokan.
Rahasia yang bikin nasi goreng ini beda adalah bumbu rempah seperti cengkeh, kayu manis, jinten, kunyit, ketumbar dan bawang bombai. Pedas dari lada dan cengkehnya sangat terasa. Lidah saya sih cocok makan ini. Pokok e uwenak (pokoknya enak).
Porsinya besar, saya mampu kok menghabiskan seporsi nasi goreng biasa tapi ya gitu perut langsung begah. Seporsi nasi goreng sapi, harganya Rp 14ribu. Masih standar lah untuk harga nasi goreng di Yogyakarta. Ohya, tidak jauh dari kantor Notaris juga ada warung tenda nasi goreng sapi dan tidak kalah masyhur, lokasinya ada di depan SMA tidak jauh dari Telkom. Namun jujur saja, saya lebih suka nasi goreng depan Notaris karena bumbu rempahnya lebih terasa.
Itu menurut lidah saya lho, belum tentu lidah kamu merasakan yang sama. Semua kembali ke selera masing-masing. Ya to? Hehe.
Gimana dengan nasi goreng favorit kamu di Yogyakarta? 🙂
Rating :
Aksesibilitas — ♥♥♥♥♥♥♥♥♥ (9/10)
Harga — ♥♥♥♥♥♥♥♥♥ (9/10)
Kebersihan — ♥♥♥♥♥♥♥ (7/10)
Rasa — ♥♥♥♥♥♥♥♥♥ (9/10)
Suasana — ♥♥♥♥♥♥♥♥ (8/10)
Pelayanan — ♥♥♥♥♥♥♥ (7/10)
Skor : 8,1/10
“Disclaimer : Tulisan ini semata-mata untuk berbagi informasi dengan pembaca. Untuk penilaiannya subyektif berdasarkan sudut pandang penulis. 🙂 “
masuk wishlist laah,ayan kalau turun lempuyangan ada referensi :))
ya mas, harus nyobain. karena nasi goreng sapi kayaknya jarang ada di Jawa Timur apalagi Blitar wqwq
Kalau yang bikin nasi goreng itu kamu pasti ceritanya lebih menarik mbk ????
Kok bisa? :p
Biar bacanya ada greget nya, jadi seru, Ga flat????????????
wah, makasih banget feedbacknya 😀
haha iya sih, kamu ada benarnya.