Close

Sampai Jumpa di Puncak, Corry!

cerita anak startup
tertawa lepas
Sebenci apapun dengan kehilangan, toh kita tidak bisa menampiknya. Ada siang, ada malam. Ada perjumpaan, ada pula perpisahan. Senang berjumpa dengan Corry sampai membuatku lupa jika harus mengucapkan perpisahan dengannya.

“Coba ceritakan tentang diri kamu..” pintaku.

“Hai.. Nama saya Corry dari Kaimana, Papua. Di sini saya baru saja menuntaskan S1 dan kegiatan saya saat ini adalah kursus bahasa Inggris” kalimat pertama yang diucapkan Corry saat memperkenalkan dirinya.

Aku masih ingat betul ketika ia pertama kali datang ke kantor untuk interview. Saat itu aku menemani Fira untuk mewawancarainya. Corry mengenakan kemeja kotak dengan warna merah yang dominan. Tak jarang ia menebar tawa.

“Sebenarnya kerja di S***Stock, saya sudah mulai nyaman. Bisa dibilang sedang nyaman-nyamannya. Sayangnya beberapa bulan bekerja di situ, saya diberhentikan.”

Ya, sebelumnya ia bekerja sebagai Customer Service Officer di S***Stock, salah satu startup tech di Yogyakarta. Perusahaan tersebut memberhentikan karyawannya besar-besaran sekitar pertengahan 2016. Nama Corry masuk dalam daftar karyawan yang harus diberhentikan. Keberuntungan masih berpihak kepadanya, ia mendapat panggilan untuk mengikuti beberapa tes dan jika lolos ia akan tergabung dengan tim Kulina. Rentetan tes telah dilewati, mulai dari tes logika, tes kepribadian hingga wawancara. Di sela sesi wawancara, aku memberinya tes menangani pelanggan melalui kanal telepon.

“Aduh, saya agak malu nih kalau disuruh telepon..” kata Corry sambil tertawa menahan grogi.

Kemudian aku duduk membelakangi Corry. Kami memperagakan percakapan antara pelanggan dan customer service melalui telepon. Kau tahu, apa yang membuatku kukuh untuk memilih Corry untuk bergabung dengan Recovery Team? Suara merdunya. Ya, suaranya sangat renyah. Bahkan ketika ia sedang tertawa. Aku yakin dia bisa dipoles sebagai PIC kanal telepon yang handal. Kebetulan Recovery Team atau tim customer service di Kulina sangat butuh kandidat mampu menangani pelanggan melalui telepon.

Corry berhasil lolos! Beberapa hari kemudian ia mulai bergabung untuk melewati masa orientasi dan pelatihan. Kemudian berlanjut ke OJT (On the Job Training). Ia terus berkembang. Mulai menguasai product knowledge dan mulai terbiasa dengan menghadapi pelanggan di kanal telepon. Setiap hari ditempa dengan kasus-kasus dari pelanggan yang berdatangan justru membuatnya semakin terampil.

Jangan puas dulu! Sebuah perjalanan tak jauh dari jalan yang terjal. Kadang masalah menghampiri lalu rasa takut membuat ingin melarikan diri. Apa kamu pernah mengalaminya? Corry pun mengalami pada awal bergabung dengan Recovery Team. Ia mendapat kabar bahwa Papanya meninggal dan mengharuskannya terbang ke Kaimana. Ia absen kurang lebih 10 hari.

Corry pun kembali! Beberapa bulan berlalu dan sampailah pada hari di mana ia mencapai puncak stress dengan pekerjaannya. Mungkin kekacauan itu yang membuatnya terlihat murung beberapa hari.

“Aku paling nggak tega sama pelanggan, Mbak. Mungkin aku baper atau gimana, yang jelas aku sangat berat ketika kasih informasi yang nggak konsisten ke mereka. Awalnya kasih tahu bisa bantu untuk pesanan katering sebuah acara, kemudian harus kasih tahu nggak bisa. Setelah itu informasi berubah jadi bisa. Aku nggak tega saat pelanggan mengeluh. Rasanya itu jadi beban dan itu kadang bikin aku kurang bersemangat untuk ke kantor. Tapi setelah cerita kayak gini aku jadi lega.” penggalan curahan hati Corry.

Kami menyelipkan waktu untuk mengobrol pada sebuah sore. Aku memberi suntikan semangat. Bekerja di sebuah tim itu haram kalau bekerja sendirian. Kita tidak bisa melupakan peran rekan kerja, teman yang berada dalam satu tim. Kelancaran komunikasi jadi salah satu kunci keberhasilan dan sangat menentukan perkembangan sebuah perusahaan. Tak hanya dengan teman satu tim, komunikasi antar divisi pun harus lancar. Ini jadi tantangan bagi semuanya dan tidak pandang bulu.

Rasanya belum bisa percaya ketika mendengar kabar dari rekan kerja bahwa Corry tidak akan melanjutkan karirnya di Kulina. Untuk membunuh penasaran, aku mengajaknya bicara empat mata.

“Keputusan ini sangat berat, Mbak Kiki. Bahkan sejak beberapa bulan lalu aku bimbang sampai kayak orang gila. Di satu sisi aku masih ingin tinggal di sini, aku udah mulai aktif di sebuah komunitas. Aku sebenarnya juga masih ingin kerja di Kulina. Tapi Mamaku sering menanyakan kepulanganku. Sejak Papaku nggak ada, Mamaku ditemani Kakak. Sejak Kakakku udah berkeluarga, Mamaku sering sendirian.”

Nyatanya hidup tak selalu sejalan dengan keinginan. Mau nggak mau, kita harus ikut mengalir dengan takdir kehidupan. Hari terakhir Corry bekerja di Kulina diwarnai haru biru. Sebenci apapun dengan kehilangan, toh kita tidak bisa menampiknya. Ada siang, ada malam. Ada perjumpaan, ada pula perpisahan. Senang berjumpa dengan Corry sampai membuatku lupa jika harus mengucapkan perpisahan dengannya.

“Sampai jumpa ya, Corry. Hati-hati dalam perjalanan dan semoga sukses di Papua!” ucapku sambil menjabat tangan lalu memeluknya.

Ya, aku berharap itu adalah jalan terbaik dan selalu ingin melihatnya berkembang lebih dan lebih. Corry, kamu tidak akan terganti di hati kami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *