Selamat ulang tahun, Na!
Pegang pundakku jangan pernah lepaskan
Bila ku mulai lelah
Lelah dan tak bersinar
Remas sayapku jangan pernah Lepaskan
Bila ku ingin terbang
Terbang meninggalkanmu hu ho ho ho
Saya nggak tau Sahabat Sejati yang dinyanyikan Sheila on 7 itu nyata ada atau enggak. Tapi nggak apa-apa kan kalau saya berharap kamu adalah salah satu sahabat sejati dalam hidup saya, Na? Ehe.
Terima kasih banyak, Couchsurfing. Berkat situs itu kita bisa saling kenal sekitar lima tahun lalu. Berlanjut dengan kopi darat dan kamu menemani saya jalan-jalan selama di Yogyakarta.
Kita jalan-jalan ke Gembira Loka dan embung di kaki Gunung Api Purba. Lalu entah gimana ceritanya, kita mendadak road trip ke Dieng demi menyaksikan matahari terbit di Puncak Sikunir.
Nggak lama, keinginanmu main ke Blitar pun terwujud. Kita main keliling Blitar, bonusnya saya ajak ke Malang. Ya nggak sih? Saya sedang berusaha keras mengingat semuanya nih.
Hingga akhirnya saya diterima kerja di Yogyakarta dan kita tinggal satu kos. Saya pekerja kantoran, sementara kamu mahasiswi semester –menjelang– akhir.
Perbedaan status kita bukan halangan buat menghabiskan waktu luang bersama tiap akhir pekan. Kita terbiasa kemana-mana berdua. Makan bareng. Tidur bareng. Melacur (melakukan curhat) bareng. Hiking bareng. Camping bareng. Mandi doang yang nggak bareng.
Di mana ada saya, hampir bisa dipastikan ada kamu juga. Begitu sebaliknya. Tapi itu nggak menjamin, kamu dan saya terbebas dari pertengkaran.
Kita bertengkar karena hal-hal sepele. Mulai dari rebutan baju (kita biasa sharing baju). Soal gebetan. Pernah juga yang mulanya bercanda eh malah berujung cakar-cakar an.
Berteman dengan kamu mengajarkan saya banyak hal. Keramahan kamu menulari saya buat nggak ragu ngobrol dengan orang baru yang kita temui di mana saja.
Kesederhanaan kamu bikin saya pelan-pelan membuang jauh rasa gengsi buat jajan di tepi jalan. Nggak malu pakai swallow, kaos oblong, dan celana pendek kemana-mana.
Kamu yang ambisius dan perfeksionis, menggerakkan kita untuk berani menuliskan banyak mimpi. Kamu juga bikin saya merubah pandangan bahwa musik dangdut ternyata enak juga didengerin, pantas saja Bapak saya suka banget.
Dulu, kamu seperti nggak mau kalah dari saya. Saya bikin ini, kamu harus bikin juga. Saya punya ini, kamu juga ingin memiliki. Tapi nggak apa-apa, itu adalah bagian dari proses menuju dewasa.
Sekarang lihatlah dirimu. Masing-masing dari kita punya potensi yang berbeda kan? Nggak ada gunanya berkompetisi, capek! Gimana kalau kita berkolaborasi saja?
Keberanian kamu juga membuat saya kagum. Seringnya kamu jadi bodyguard saya, kecuali pas ada cicak. Hmm. Sikap sok jagoanmu rontok seketika.
Berkat kamu, saya bisa merasakan kembali asyiknya camping di pantai setelah sekian lama nggak pernah tidur di tenda. Terakhir kali camping pas SMA, itupun ramai-ramai.
Kamu juga nggak bosan jadi tempat saya berkeluh kesah dan setia kawan menemani saya dalam masa sulit. Kamu memeluk saya erat sekali, membiarkan saya menangis saat saya diputus pas semangat-semangatnya oleh kantor X, tempat pertama kali saya punya pengalaman kerja.
Lalu kamu manut-manut saja diajak road trip dari Yogyakarta ke Baluran, Situbondo Jawa Timur, naik motor berdua doang demi meghibur kegalauan saya soal karir. Kok kamu mau sih saya ajak gemblung bersama?
Saya sempat merasa bersalah karena saking seringnya saya ajak main, skripsi kamu agak terlantar. Namun segala jerih payahmu pun akhirnya terbayar. Kamu pun bisa mempersembahkan kado kelulusan di hari ulang tahun Ibumu.
Dari kamu juga, saya belajar menerima kenyataan bahwa segala sesuatu di dunia ini hanya sementara dan ada hal-hal yang nggak bisa kita kendalikan. Saya harus legowo ketika kamu diterima kerja sebagai jurnalis di media masa online yang kantornya di Surabaya. Otomatis dong kita jadi terpisah antar propinsi.
Awalnya cukup sulit bagi saya buat menerima perpisahan itu. Rasanya aneh tau, yang tadinya tiap subuh dibangunin kamu yang bawelnya amit-amit eh setelah itu bangun tidur nggak ada siapa-siapa di samping saya.
Ibu penjual sayur di pasar dekat kos sering bertanya kok saya belanja sendirian, kamunya kemana? Kan jadi sedih. Biasanya masak berdua, eh jadi masak sendiri, makan pun sendiri.
Mau nggak mau, saya harus membiasakan kembali kemana-mana tanpa kamu. Tapi nggak apa-apa, saya jadi bisa me time lebih sering. Selain itu berpisah denganmu bisa membuka kesempatan saya buat ikut kegiatan ini itu, melakukan hal baru dengan teman-teman baru.
Sesekali kamu berkunjung ke Yogyakarta di sela kesibukanmu. Begitu juga saya. #duambakpengembara yang diprakarsai olehmu pun terpaksa vakum. Kita sibuk menata ulang hidup demi meraih mimpi di jalan masing-masing.
Heran ya, kita pernah bertengkar sehebat-hebatnya. Saling memaki dan membenci bahkan nggak cukup sekali. Namun ujung-ujungnya saling mencari dan berdamai kembali.
Kamu mengajarkan saya buat mengendalikan ego. Saya akui bahwa berada di dekatmu tuh saya bisa jadi diri saya sendiri dan itu nyaman sekali.
Terima kasih banyak, Nana Kusuma! Sekali lagi, saya ucapkan selamat ulang tahun. Semoga Tuhan meridai segala yang kamu cita-citakan sehingga bisa terwujud. Seumpama ada keinginanmu yang nggak tercapai, kamu bisa berlapang dada. Semoga itu adalah jembatan untuk menuju kesuksesanmu yang lain.
Semoga Tuhan melimpahimu dengan segala rahmat-Nya dengan cukup.
Sementara itu dulu ya suratnya. Sampai jumpa, Na! ????